Misteri Sebuah Makam
Awal
reformasi silam banyak hutan jati yang menjadi korban penjarahan
masyarakat, baik masyarakat sekitar hutan maupun masyarakat diluar
hutan. Penjarahan itu sendiri sebagai bentuk pelampiasan kekecewaan
rakyat atas buruknya birokrasi pemerintahan dalam penegakan hukum
khususnya kasus korupsi sehingga mengakibatkan runtuhnya rasa
kepercayaan rakyat kepada pemerintah.
Lalu
apa hubungannya dengan penjarahan kayu jati ? Mungkin saja masyarakat
berpikir " kalau mereka bisa korupsi,
kenapa saya tidak". Masyarakat,
dimana sebagian besar mereka adalah bukan abdi negara
apalagi pejabat sehingga tidak mungkin bagi mereka untuk
melakukan korupsi. Lha kalau dihadapan mereka terhampar ribuan kayu
jati .......
Tingkat
penjarahan kayu jati pada waktu itu tergolong parah baik dari segi
jumlah kayu yang dijarah maupun cara untuk menjarahnya. Hal itu
seperti diberitakan oleh Harian
SUARA MERDEKA (30
September 2002) berikut ini
"
NYARIS
tak tersentuh. Begitu lincah para pencuri dan penadah, ketika sudah
melarikan curiannya dari dalam hutan. Ketika terjebak, mereka hanya
tersenyum. Jarang mereka melawan, karena memang ada beking yang siap
melindunginya 24 jam.
Gambaran
lebih sadis terjadi ketika harus berhadapan dengan kasus penjarahan.
Tidak ada kompromi. Para penjarah berbekal satu perintah: tebang
habis dan lawan. Memang berkesan tanpa kompromi. Kejadian
sesungguhnya juga benar-benar tanpa basa-basi.
Suatu
kali, tiga petugas Jagawana berpatroli rutin ke dalam hutan. Di
tengah keheningan malam, terdengar suara segerombolan orang tengah
menebang kayu. Dengan santai mereka menebang seakan-akan hutan itu
miliknya. Bahkan, ketika petugas dengan keberaniannya melepas
tembakan peringatan, mereka tetap berusaha mengangkut hasil jarahan.
Tentu
petugas itu terperangah. Apalagi, penjarah jauh lebih banyak sekitar
20 orang dibandingkan dengan petugas yang hanya tiga orang. Melihat
kekuatan yang tidak imbang, sebagian penjarah itu nekat melawan.
Namun, sebagian yang lain kabur. Petugas pun tidak berani mengejar.
Lebih
nekat lagi, ketika salah seorang tersangka pencuri tertangkap
gerombolan tersebut berani datang ke posko Perhutani untuk mengambil
rekannya. Bahkan, mereka bertindak brutal merusak posko dan melawan
petugas jaga. Itulah gambaran betapa sulit menjaga keamanan hutan."
Apa penyebab dari penjarahan tersebut? Apakah benar bila selama ini kontribusi untuk memakmurkan masyarakat sekitar hutan sangat kurang ?
Tapi
terlepas dari itu semua, ada satu hal yang menarik perhatian kita
bila kita jeli melihatnya, yaitu selalu lolosnya pohon -pohon jati
ukuran besar dari penjarahan padahal tempatnya pun masih satu
area. Apakah tingkat penjagaannya sangat ketat? Tidak, dan
bahkan tidak dijaga sama sekali. Lalu dimanakah tempat itu?
Makam. Itulah tempatnya.
Pada
waktu itu banyak sekali di pemakamam kita jumpai
pohon-pohon jati dengan ukuran besar dibiarkan begitu saja
tanpa ada gangguan dari para penjarah sekalipun itu dipinggir jalan
aspal.
Lalu
apa penyebabnya? "Takut kualat, kecatet, kesambet karo sing
mbahurekso kuburan" mungkin itulah jawaban para
penjarah.
Ataukah mungkin karena kayu itu hasil penanaman oleh masyarakat sekitar sehingga tidak ikut dijarah? Mungkin ya mungkin tidak. Tetapi yang jelas jangankan untuk menjarah, andaikan disuruh memotong sendiripun belum tentu mereka mau. Dan anehnya kayu hasil dari makam itupun nantinya tidak akan laku untuk dijual. Bahkan pernah ada kayu jati ukuran besar karena sudah cukup usia sehingga roboh dengan sendirinya tetapi oleh masyarakat sekitar dibiarkan tergeletak begitu saja di makam hingga kayu itupun akhirnya rusak... (sehingga saya pun sempat berpikir kok ya tidak ditawarkan saja pada saya atau pada siapa saja yang mau...)
Banyak
memang fenomena di masyarakat hal-hal yang seperti itu masih berlaku.
Mereka lebih takut kualat (dikutuk) oleh yang mbahurekso
kuburan daripada takut sama Allah SWT yang
menciptakan mereka, yang menguasai dunia dan seisinya bahkan
termasuk yang mbahurekso kuburan
sekalipun.
Saya teringat celotehan anak kecil di angkutan umum ketika dalam sebuah perjalanan, " Mak, kalau kita itu takut sama syetan berarti kita itu tidak takut sama Allah ...!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar