Minggu, 23 September 2012

Misteri sebuah makam

Misteri Sebuah Makam 
Awal reformasi silam banyak hutan jati yang menjadi korban penjarahan  masyarakat, baik masyarakat sekitar hutan maupun masyarakat diluar hutan. Penjarahan itu sendiri sebagai bentuk pelampiasan kekecewaan rakyat atas buruknya birokrasi pemerintahan dalam penegakan hukum khususnya kasus korupsi sehingga mengakibatkan runtuhnya rasa kepercayaan rakyat kepada pemerintah.
Lalu apa hubungannya dengan penjarahan kayu jati ? Mungkin saja masyarakat berpikir " kalau mereka bisa korupsi, kenapa saya tidak".  Masyarakat,  dimana sebagian besar mereka adalah bukan  abdi  negara  apalagi pejabat  sehingga tidak mungkin bagi mereka untuk melakukan korupsi. Lha kalau dihadapan mereka terhampar ribuan kayu jati .......

Tingkat penjarahan kayu jati pada waktu itu tergolong parah baik dari segi jumlah kayu yang dijarah maupun cara untuk menjarahnya. Hal itu seperti diberitakan oleh Harian SUARA MERDEKA (30 September 2002) berikut ini  

" NYARIS tak tersentuh. Begitu lincah para pencuri dan penadah, ketika sudah melarikan curiannya dari dalam hutan. Ketika terjebak, mereka hanya tersenyum. Jarang mereka melawan, karena memang ada beking yang siap melindunginya 24 jam.
Gambaran lebih sadis terjadi ketika harus berhadapan dengan kasus penjarahan. Tidak ada kompromi. Para penjarah berbekal satu perintah: tebang habis dan lawan. Memang berkesan tanpa kompromi. Kejadian sesungguhnya juga benar-benar tanpa basa-basi.
Suatu kali, tiga petugas Jagawana berpatroli rutin ke dalam hutan. Di tengah keheningan malam, terdengar suara segerombolan orang tengah menebang kayu. Dengan santai mereka menebang seakan-akan hutan itu miliknya. Bahkan, ketika petugas dengan keberaniannya melepas tembakan peringatan, mereka tetap berusaha mengangkut hasil jarahan.
Tentu petugas itu terperangah. Apalagi, penjarah jauh lebih banyak sekitar 20 orang dibandingkan dengan petugas yang hanya tiga orang. Melihat kekuatan yang tidak imbang, sebagian penjarah itu nekat melawan. Namun, sebagian yang lain kabur. Petugas pun tidak berani mengejar.
Lebih nekat lagi, ketika salah seorang tersangka pencuri tertangkap gerombolan tersebut berani datang ke posko Perhutani untuk mengambil rekannya. Bahkan, mereka bertindak brutal merusak posko dan melawan petugas jaga. Itulah gambaran betapa sulit menjaga keamanan hutan."

Apa penyebab dari penjarahan tersebut? Apakah benar bila selama ini kontribusi untuk memakmurkan masyarakat sekitar hutan sangat kurang ?

Tapi terlepas dari itu semua, ada satu hal yang menarik perhatian kita bila kita jeli melihatnya, yaitu selalu lolosnya pohon -pohon jati ukuran besar dari penjarahan padahal tempatnya  pun masih satu area. Apakah tingkat penjagaannya sangat ketat?  Tidak, dan bahkan tidak dijaga sama sekali.  Lalu dimanakah tempat itu? Makam. Itulah tempatnya.

Pada waktu itu banyak sekali  di pemakamam kita jumpai  pohon-pohon jati dengan ukuran besar dibiarkan  begitu saja tanpa ada gangguan dari para penjarah sekalipun itu dipinggir jalan aspal. 

Lalu apa penyebabnya? "Takut kualat, kecatet, kesambet karo sing mbahurekso kuburan"  mungkin itulah jawaban para penjarah. 

Ataukah mungkin karena kayu itu hasil penanaman oleh masyarakat sekitar sehingga tidak ikut dijarah? Mungkin ya mungkin tidak. Tetapi yang jelas jangankan untuk menjarah, andaikan disuruh memotong sendiripun belum tentu mereka mau. Dan anehnya kayu hasil dari makam itupun nantinya tidak akan laku untuk dijual. Bahkan pernah ada kayu jati ukuran besar karena sudah cukup usia sehingga roboh dengan sendirinya tetapi oleh masyarakat sekitar dibiarkan tergeletak begitu saja di makam hingga kayu itupun akhirnya rusak... (sehingga saya pun sempat berpikir kok ya tidak ditawarkan saja pada saya atau  pada siapa saja yang mau...)

Banyak memang fenomena di masyarakat hal-hal yang seperti itu masih berlaku. Mereka lebih takut kualat (dikutuk) oleh yang mbahurekso kuburan daripada takut sama Allah SWT yang menciptakan mereka, yang menguasai dunia dan seisinya  bahkan termasuk yang mbahurekso kuburan sekalipun. 

Saya teringat celotehan anak kecil di angkutan umum ketika dalam sebuah perjalanan,  " Mak, kalau kita itu takut sama syetan berarti kita itu tidak takut sama Allah ...!"




Tidak ada komentar:

Posting Komentar